Hari kedua belajar cybersecurity lewat ISC² Certified in Cybersecurity (CC).
Topiknya: Incident Response, Business Continuity, and Disaster Recovery — bagian yang benar-benar menguji kesiapan organisasi menghadapi kekacauan.
🌪️ Dari Krisis ke Ketahanan
Kalau Domain 1 berbicara soal “mencegah”, Domain 2 berbicara soal “bertahan dan pulih”.
Tidak peduli seberapa kuat sistem keamanan dibangun, insiden pasti akan terjadi — entah karena kesalahan manusia, serangan siber, atau bencana alam.
Kuncinya bukan hanya mencegah insiden, tapi bagaimana merespons dan bangkit kembali dengan cepat.
Itulah esensi dari tiga rencana penting ini: Incident Response (IR), Business Continuity (BC), dan Disaster Recovery (DR).
🎯 Fokus Hari Ini
- Memahami hubungan antara Incident Response, Business Continuity, dan Disaster Recovery.
- Mengenali tahapan umum dari Incident Response Lifecycle.
- Mengetahui strategi Continuity dan Recovery yang menjaga ketersediaan layanan.
- Menyadari pentingnya melindungi bukan hanya sistem, tapi juga manusia dan proses bisnis di dalamnya.
🧠 Catatan Belajar
1. Incident Response (IR)
IR adalah garis depan saat ada insiden.
Tujuannya sederhana tapi penting: kendalikan kerusakan, kumpulkan bukti, dan pulihkan sistem secepat mungkin.
Tahapannya biasanya:
- Preparation – siapkan kebijakan, tim, dan alat deteksi.
- Detection & Analysis – identifikasi insiden dengan log, alert, atau anomali.
- Containment – hentikan penyebaran (misalnya isolasi host yang terinfeksi).
- Eradication & Recovery – hapus penyebabnya dan kembalikan layanan.
- Lessons Learned – dokumentasikan, perbaiki SOP, dan latih ulang tim.
🔎 Menariknya, fase terakhir ini yang paling sering dilupakan di dunia nyata — padahal di sinilah organisasi tumbuh lebih kuat.
2. Business Continuity (BC)
BC lebih strategis: bagaimana bisnis tetap berjalan selama krisis.
Kalau IR fokus ke sistem, BC fokus ke operasional manusia dan proses bisnis.
Contohnya:
- Tim support pindah kerja ke lokasi cadangan.
- Sistem pembayaran manual diaktifkan saat server utama down.
- Komunikasi darurat melalui jalur alternatif (radio, WhatsApp group, dsb).
Yang saya suka dari konsep ini: BC bukan soal teknologi, tapi soal kesiapan mental dan koordinasi.
3. Disaster Recovery (DR)
Jika IR dan BC gagal menjaga kestabilan, maka DR mengambil alih.
Fokusnya: mengembalikan infrastruktur dan data ke kondisi normal.
Ada beberapa strategi pemulihan:
- Hot site – lokasi cadangan aktif penuh, siap pakai kapan pun.
- Warm site – sudah ada sebagian sistem siap aktif.
- Cold site – hanya lokasi kosong yang bisa diisi bila terjadi bencana.
Dari ketiganya, saya jadi sadar bahwa waktu pemulihan (RTO) dan data yang boleh hilang (RPO) bukan sekadar angka —
mereka adalah komitmen organisasi terhadap pelanggan dan publik.
💭 Refleksi Pribadi
Domain ini membuat saya berpikir ulang tentang arti “resilience”.
Sebagai engineer, saya sering fokus pada uptime dan bug fix, tapi jarang mikir: kalau sistem saya benar-benar jatuh, apa rencana cadangannya?
⚡️ Keamanan bukan hanya mencegah jatuh, tapi juga tahu bagaimana bangkit dengan cepat.
Saya juga mulai melihat bagaimana IR, BC, dan DR bukan proyek terpisah, tapi satu ekosistem kesiapan.
Dalam konteks kerja, saya ingin mulai dengan hal sederhana:
- Simulasikan insiden internal kecil (misalnya server error palsu) untuk menguji reaksi tim.
- Dokumentasikan siapa yang harus dihubungi, dan bagaimana alur komunikasi berjalan.
- Pastikan backup benar-benar bisa dipulihkan, bukan sekadar ada di dashboard.
🔍 Catatan Kecil
- Human factor tetap jadi titik kritis — IR bisa gagal kalau komunikasi buruk.
- Testing dan drill jauh lebih penting daripada dokumen tebal.
- Availability bukan sekadar uptime server, tapi keberlanjutan kepercayaan pengguna.
- Tiga rencana (IR, BC, DR) ibarat otot refleks — harus dilatih, bukan sekadar dicatat.